CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Minggu, 17 November 2013

politik bersih

Adagium politik itu kotor mendapat konfirmasi dalam kultur politik di negeri ini. Bahkan, menurut Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Komaruddin Hidayat, kultur politik Indonesia sudah pada taraf busuk.

Indikasinya ialah banyaknya politikus yang terlibat korupsi. Terakhir tentu saja status tersangka korupsi yang ditabalkan KPK kepada mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, yang berujung pada kekisruhan di tubuh partai.

"Apa yang terjadi di Demokrat ini mengingatkan kita bahwa siapa pun yang terjun ke politik, karena kultur dan struktur politik yang busuk, yang ikut di dalamnya akan ikut busuk," ujar Komaruddin saat berbincang dengan Media Indonesia.

Beberapa anak muda seperti Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, dan Angelina Sondakh, sebelum masuk ke partai politik, dikenal sebagai sosok yang cemerlang. Anas pernah menjabat ketua umum organisasi mahasiswa terbesar, yakni Himpunan Mahasiswa Islam. Angelina Sondakh sebelumnya dikenal sebagai Putri Indonesia. Andi Mallarangeng sebelumnya dikenal sebagai intelektual hebat.

Namun, pribadi-pribadi cemerlang itu tiba-tiba menjadi sosok-sosok kotor akibat predikat tersangka korupsi yang dilekatkan pada mereka. Itu terjadi setelah mereka bergabung ke partai politik. Parpol akhirnya dipersepsikan sebagai kubangan kotor politik yang siap menjebloskan siapa saja ke dalamnya.

Mereka yang idealis sekalipun, yang awalnya bercita-cita mulia melakukan perubahan, justru terseret derasnya arus politik kotor yang dipraktikkan parpol. Itu terjadi karena parpol memang sudah kotor, bahkan busuk dalam istilah Komaruddin Hidayat.

Politik dan partai politik menjadi tidak menarik bagi anak-anak muda idealis dan cemerlang. Padahal, di era transisi menuju demokrasi sekarang ini, Indonesia membutuhkan kaum muda yang bermental bersih, jujur, idealistis, dan intelek. Sosok-sosok seperti itulah yang akan mengantarkan Indonesia menjadi negara demokrasi sesungguhnya.

Oleh karena itu, parpol mesti menciptakan sistem internal yang menjadikan politik bukanlah sesuatu yang berongkos mahal. Parpol mesti memperbanyak rekrutmen kader bersih, jujur, idealistis, dan cerdas. Bila kemampuan finansial sosok-sosok itu terbatas, parpollah yang mengongkosi mereka hingga mereka menduduki jabatan publik.

Itu artinya parpol harus mengubah seratus delapan puluh derajat paradigma berpolitik mereka. Parpol bukan merekrut orang untuk menjadi ATM partai, melainkan parpollah yang yang mengongkosi biaya politik kader-kader cemerlang.

Kelak ketika menduduki jabatan publik, kader-kader cemerlang itu akan menghasilkan regulasi, sistem, dan struktur politik Indonesia yang berbiaya murah.

Bukankah ongkos politik yang mahal dianggap sebagai biang keladi korupsi politisi parpol?

Parpol semestinya menjadikan Pemilu 2014 sebagai momentum mengubah citra bahwa politik itu kotor menjadi politik itu bersih.

Benarkah Partai Politik Mesin Uang?

Partai politik di Indonesia harus melakukan introspeksi dan pembenahan internal secara besar-besaran untuk menempatkan kembali demokrasi kita pada substansi yang seharusnya. Masyarakat atau publik sebagai bagian eksternal dan eksistensi partai politik tentu saja harus terlibat dalam upaya penyelamatan keberadaan partai politik saat ini.

Munculnya gejala yang cenderung mendelegitimasi partai politik di mata publik saat ini sangat beralasan. Publik lebih banyak melihat partai politik sebagai sekumpulan oknum yang ambisius, gila jabatan, dan yang paling menakutkan lagi bermental korup. Dari sekian nama koruptor kelas kakap, kalau disebutkan, pasti di antara mereka berasal dari partai politik. Hal ini tidak berarti pebisnis atau birokrat luput dari kasus korupsi, kalau pun ada itu karena akibat persekongkolan dengan aktivis partai politik.

Kondisi dan pemahaman masyarakat yang antipati terhadap partai politik dan cenderung mendelegitimasi partai politik tidak dapat dibiarkan tanpa upaya perbaikan, terutama perubahan mengenai kesejahteraan dalam masyarakat dan bangsa kita. Partai politik adalah unsur penting dalam sistem demokrasi dan membubarkannya adalah langkah tidak produktif.

Partai politik harus didorong untuk sanggup melakukan proses rekrutmen dan kaderisasi politik dengan baik. Artinya, jangan ada lagi praktek mengusung calon legislatif dengan mempersyaratkan mahar politik yang akan menepatkan partai politik sebagai mesin uang.

Peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, menyampaikan bahwa karut marut politik yang terjadi di Indonesia saat ini akibat partai politik (parpol) sudah dijadikan mesin uang, alat produksi, dan industri uang. Tujuannya hanya untuk mengeruk keuangan negara.

Partai politik seharusnya memiliki peran vital dengan fungsi yang sangat mulia yaitu terjalinnya kesejahteraan bersama seluruh masyarakat. Bahkan, partai politik harus menjadi sarana paling sahih untuk memunculkan lebih banyak lagi figur-figur legislator maupun aparatur birokrasi yang melakukan pengelolaan anggaran negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Bukan malah menjadi sarana instan kemunculan politisi-politisi karbitan yang akhirnya mendegradasi dan mendelegitimasi hakikat demokrasi seperti yang terjadi selama ini.

Politisi Minggir Dulu dari Urusan Negara

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD meminta para politisi untuk minggir dahulu dari urusan kenegaraan. Menurutnya, Indonesia saat ini tengah terancam secara internal karena banyaknya orang yang memiliki kepentingan tinggi terhadap negara ini.

"Semua urusan diambil politisi. Bahkan banyak negarawan juga menjadi politisi. Negarawan sejati justru dipinggir," tandasnya saat berbicara pada dialog kebangsaan hari lahir Nahdatul Ulama ke 87 di Yogyakarta, Ahad (3/3) petang.

Menurutnya, hal inilah yang justru mengancam keberlangsungan Indonesia. "Banyak orang berkepentingan tinggi terhadap negara ini. Negarawan -negarawn yang seharusnya menangani, politisinya minggir dulu," terangnya.

Negarawan menurutnya dibutuhkan untuk menangani Indonesia yang semakin tidka karuan. Mahfud mencontohkan negarawan seperti mantan presiden BJ Habibie yang harusnya menangani negara ini.

Mantan Panglima TNI, Jenderal TNI (Purn) Joko Santoso dalam kesempatan itu mengatakan, bangsa Indonesia itu bangsa yang terancam baik dari luar maupun dalam.

Secara demografi, kata dia, Indonesia sangat banyak suku bangsa sehingga derajat konfliknya sangat pekat. Namun hal itu bisa dieliminir dengan meningkatnya semangat toleransi.

Ke depan, kata dia, kekuatan pertahanan tergantung kekuatan ekonomi Indonesia. Kualitas sumber daya manusia yang memiliki intelektual tinggi dan kerja keras, serta pemerintah yang bersih dan berwibawa merupakan kunci sukses pertahanan bangsa dan negara ke depan.

Djoko Susilo merekomendasikan untuk membangun kesadaran dan pemahaman bersama bahwa Indonesia bangsa yang rawan dan terancam. "Ini penting agar kita bersatu, sadar dan bekerja keras,"

0 komentar:

Posting Komentar