Cinta lahir kerana tarikan atau disebabkan saling
tertarik dan berakhir bila tidak ada respon. Cinta dapat membuat orang menjadi
bodoh kerana dipenuhi perkara yang bodoh termasuk dengki, prasangka, gangguan
emosi, gangguan kesehatan, impian palsu, mimpi, gila bayang, dalam dunia
fantasi. Banyak peristiwa yang telah hadir di depan mata kita menunjukkan bahwa
telah terjadi banyak persoalan yang terjadi karena cinta pada lawan jenis.
Beberapa faktor penyebabnya akan saya sebutkan dalam bab ini:
2.1
Terlalu Belia Mengenal Cinta
Zaman
yang luar biasa ini nampaknya mempercepat proses remaja mengenal cinta. Di usia
mereka yang sangat belia, mereka sudah mulai merasakan ada perasaan lain dalam
dirinya terhadap temannya yang berbeda jenis kelamin dengan dia.
Fenomena
yang terjadi menunjukkan, usia mereka yang belia tidak mampu menandingi
kedahsyatan cinta. Mereka belumlah cukup umur untuk mengelola cinta yang mereka
miliki. Akhirnya yang terjadi adalah cerita pilu tentang pacaran yang salah
jalan dan salah arah.
2.2
Tidak Bisa Membedakan antara Simpati, Naksir
dan Cinta Sejati
Saat
tertarik kepada seorang teman di usia belia, umumnya remaja tidak bisa
membedakan, antar ketiga hal itu. Mereka dilandan kebingungan “Apakah saya
sedang jatuh cinta beneran, atau hanya sekedar naksir dan simpati saja?” Lelaki
dan perempuan memiliki tingkat ketertarikan yang berbeda.
Lelaki
biasanya tertarik pada aspek penampilan, seberapa tinggi kejelian matanya
menilai seorang gadis. Sehingga bila ia tidak dibimbing hidayah, mungkin setiap
kali ada perempuan cantik, ia akan selalu bilang “Kamu adalah cinta sejatiku.”
Sebagian
besar para remaja merasa seperti berada di istana langit bila sudah jatuh
cinta. Sepertinya hatinya ingin meledak karena bahagia. Bila tidak diwaspadai
mereka akan dibutakan oleh cinta. Besarnya cinta yang mereka rasakan
menghilangkan akal sehatnya.
Pikirannya
kacau, dan hatinya selalu gelisah. Mereka tidak bisa lagi membedakan apakah
sebuah tindakan disebut konyol ataukah tidak hanya demi menyenangkan hati
kekasihnya. Mereka juga tidak bisa lagi mengukur apakah tindakannya sudah masuk
kategori berlebihan ataukah tidak. Maka tidaklah mengherankan bila seorang
perempuan yang merelakan kegadisannya pada kekasihnya atas nama cinta.
2.3
Terlalu Naif dan Polos
Wajah
imut para remaja belia ini seolah mencerminkan betapa lugu dan polosnya mereka.
Cinta yang mereka rasakan seolah adalah cinta sepenuh hati dan sepenuh cinta
yang akan mereka rasakan selamanya. Padahal boleh jadi teman yang menjadi
kekasihnya hanya iseng belaka.
Kekasihnya
ternyata sama sekali tidak menganggap itu sebuah hubungan cinta, hanya
main-main dan pengisi waktu luang saja. Seolah sekali dia mengenal cinta, maka
itu adalah hati yang paling tepat untuk berlabuh. Padahal usianya baru usia
anak SMP.
2.4
Lebih Didorong Nafsu, Bukan Cinta
Hubungan
cinta di usia muda seperti orang yang haus bertemu dengan segelas air yang
segar dan menyegarkan. Di saat remaja belia sedang mulai merintis libido,
datanglah orang yang dicintai.
Kontan
saja hal ini bak orang yang sedang haus kemudian datang segelas air
segar kepadanya. Sehingga tidaklah berlebihan bila disimpulkan ketertarikan
antar lawan jenis saat itu lebih didasarkan pada aspek emosi sesaat dan bukan
karena cinta.
Oleh
karena itu seorang remaja harus dikenalkan kepada siapa ia seharusnya
menempatkan cintanya yang paling utama. Merujuk kepada keterangan Ibnu Qayyim,
tingkatan cinta seorang muslim diatur sebagai berikut:
Menurut
Ibnul Qayyim, seorang ulama di abad ke-7, terdapat enam peringkat cinta
(maratibul-mahabah), yaitu:
a. Peringkat
ke-1 dan yang paling tinggi adalah tatayyum, yang merupakan hak Allah semata.
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ
مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا
أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ
أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ(165)
Dan di
antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah;
mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat
zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa
kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya
(niscaya mereka menyesal). (Al Baqarah: 165)
Allah
lah yang paling utama, tak ada tandingan tak ada bandingan. Allah yang pertama
dan selalu akan menjadi yang pertama.
Posisinya tidak boleh digeser menjadi nomer dua atau bahkan tiga. Cinta kita
kepadaNya harus menjadi puncak dari segala cinta yang kita miliki.
b. Peringkat
ke-2; ‘isyk yang hanya merupakan hak Rasulullah saw. Cinta yang melahirkan
sikap hormat, patuh, ingin selalu membelanya, ingin mengikutinya, mencontohnya,
dll, namun bukan untuk menghambakan diri kepadanya. Kita mencintai Rasulullah
dengan segenap konsekwensinya. Kita akan dengan bangga menjalankan
sunnah-sunnahnya dan mengikuti petunjuknya dalam mengamalkan agama ini. Kita
juga akan mencintai kehidupannya yang luhur dan penuh amal shalih. Kita rindu
berjumpa dengannya karena kemulian yang ada pada diri beliau. Namun kecintaan
kita bukanlah menuntut sebuah penghambaan.
قُلْ
إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ
لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ(31)
“Katakanlah
jika kalian cinta kepada Allah, maka ikutilah aku (Nabi saw) maka Allah
mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (Ali Imran: 31)
c. Peringkat
ke-3; syauq yaitu cinta antara mukmin dengan mukmin lainnya. Antara suami
istri, antara orang tua dan anak, yang membuahkan rasa mawaddah wa rahmah.
Seorang suami harus mencintai istrinya dengan sepenuh hati. Demikian pula si
istri harus memberi cintanya kepada suaminya.
Cinta yang tumbuh pada diri mereka
akan menambah ketentraman hati dan ketenangan jiwa. Hidup akan menjadi lengkap,
karena saling mengerti dan memahami. Manakala terjadi konflik atau perbedaan
pendapat, akan mudah diselesaikan karena aspek cinta mereka yang begitu besar.
d. Peringkat
ke-4; shababah yaitu cinta sesama muslim yang melahirkan ukhuwah Islamiyah.
Cinta ini menuntut sebuah kesabaran untuk menerima perbedaan dan melihatnya
sebagai sebuah hikmah yang berharga.
Seperti
kita ketahui bahwa saat ini sedikit perbedaan saja seringkali menimbulkan
perpecahan. Berbeda takbiratul ihram, berbeda gerakan shalat, berbeda hari Idul
Adha atau Idul Fitri kadang tidak disikapi secara dewasa. Sehingga masalah pun
muncul dan membuat jurang pemisah yang teramat dalam antar pengikutnya.
e. Peringkat
ke-5; ‘ithf (simpati) yang ditujukan kepada sesama manusia. Rasa simpati ini
melahirkan kecenderungan untuk menyelamatkan manusia, termasuk pula di dalamnya
adalah berdakwah. Rasa ini seringkali muncul bila sisi kemanusiaan kita
tersentuh.
f. Peringkat
ke-6 adalah cinta yang paling rendah dan sederhana, yaitu cinta atau keinginan
kepada selain manusia: harta benda. Namun keinginan ini sebatas intifa’
(pendayagunaan/pemanfaatan).
Cinta
jenis ini pula yang seringkali menggelincirkan manusia. Karena sifat harta
memang selalu melenakan. Namun bila kita cerdas, banyaknya harta benda
seharusnya tidak menjadikan kita terlena. Sebaliknya, ia hanya menjadi sarana
untuk meraih cinta yang sebenarnya yaitu cinta pada Allah Ta’ala.
0 komentar:
Posting Komentar